Lajnah Siyasah HTI Sumedang

Friday, September 22, 2006

Tumpang Tindih Tupoksi Antar SKPD Di Sumedang dan Kiat Islam Dalam Mengatasi Masalah-Masalah Administrasi


Baru-baru ini sebagaimana yang dilansir beberapa media lokal telah terjadi pengambilalihan pendataan penduduk oleh Badan Kesatuan Bangsa (BKB) Sumedang. Menurut H. Sambas, kepala BKB Sumedang, Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan (Disnakerduk) belum mengambil langkah pendataan penduduk untuk kepentingan Pilkada 2008 (Priangan, 29-30/8/2006). Walaupun tidak mempermasalahkan pengambilalihan tugas pendataan tersebut, H. Soenaryo sebagai Kepala Disnakerduk, memprotes pernyataan H. Sambas. Menurut Soenaryo, pendataan mengenai kependudukan merupakan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Disnakerduk. Satu hal penting yang perlu kita cermati dalam masalah ini ialah terjadinya tumpang tindih tupoksi. Fenomena tumpang tindih tupoksi di Sumedang bukan hanya terjadi antara Disnakerduk dan BKB saja, tetapi juga terjadi antar berbagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lain yang ada di Pemkab Sumedang. Dalam urusan asuransi Kades misalnya, Pemerintah desa dengan BPMKS sama-sama ingin menggarapnya. Buktinya, menurut Ir. Edi Askhari (Ketua Pansus KUA dan Ketua Harian Pangar DPRD Sumedang), kedua SKPD tersebut sama-sama mengusulkan anggaran untuk urusan asuransi Kades. Selain itu, dana pembinaan pengusaha juga diusulkan dua SKPD sekaligus, yakni bagian ekonomi dan Disperindag. (Priangan, 31/08-01/09/06)

Penyebab dan Solusinya Dalam Islam

Paling tidak kita akan menjumpai tiga kemungkinan penyebab terjadinya fenomena tumpang tindih tupoksi ini, antara lain: (1) Ketidakjelasan tupoksi masing-masing SKPD; (2) Tiap-tiap SKPD belum mengoptimalkan kapabilitasnya dalam menjalankan tupoksinya masing-masing; (3) Adanya “maksud lain” ketika melaksanakan peran dalam sebuah SKDP, dalam hal ini berburu anggaran utuk sebuah urusan.
Dalam menangani berbagai masalah berkaitan dengan kepentingan umum semacam ini, Islam menawarkan strategi yang dilandasi kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas orang yang mengurusinya. Kenyataannya, semua orang yang memiliki kepentingan memang menginginkan kecepatan dan kesempurnaan pelayanan. Rasulullah pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal…” (H.R. Muslim)

Berdasarkan hadits tersebut, maka jelaslah Islam memerintahkan para pengatur kepentingan umum untuk melaksanakan pekerjaan dengan ihsan (kebaikan, kesempurnaan). Jika dikaitkan dengan konteks kepentingan umum di Sumedang, untuk merealisasikan kebaikan/kesempurnaan pekerjaan, tiap-tiap SKPD sudah seharusnya menghindari strategi administrasi yang membuat rumit aturan dan memperlambat pelayanan terhadap masyarakat. Salah satunya adalah dengan mempertegas tupoksi masing-masing SKPD, sehingga bisa diketahui hak-hak dan kewajiban sebuah SKPD dalam mengelola suatu urusan masyarakat. Jika hak dan kewajiban sudah dipahami, satu SKPD tinggal menjalankan tugas dan fungsinya. Ini juga berarti, satu SKPD tidak perlu berdebat dengan SKPD lain ketika bertemu dalam satu urusan yang sama. Dalam kasus pendataan penduduk untuk keperluan Pilkada 2008 misalnya, salah satu pihak (Disnakerduk atau BKB) tidak perlu mendebat pihak lainnya, jika memang masing-masing telah mengetahui mana hak dan kewajibannya, dan mana saja yang bukan hak dan kewajibannya. Jika tupoksi setiap SKPD telah dipertegas batas-batasnya, sehingga tidak perlu lagi ada perdebatan tentang hal itu, pelayanan tentu akan lebih lancar didapat oleh masyarakat. Ini untuk mengatasi kemungkinan pertama.
Untuk mengatasi kemungkinan yang kedua, Islam menuntut agar suatu pekerjaan ditangani orang yang mampu dan profesional. Karena itu, penempatan orang-orang dalam sebuah SKPD haruslah mempertimbangkan segi kapabilitas yang sesuai dengan bidang kerja SKPD tersebut. Dalam Disnakerduk misalnya, tentu saja yang ditempatkan di dalamnya adalah tenaga-tanaga yang mengerti dan mampu mengatasi masalah-masalah kependudukan. Tidak hanya itu, tenaga-tenaga yang memiliki kapabilitas tersebut juga dituntut untuk profesional. Artinya, loyalitas terhadap bidang kerja dalam sebuah SKPD benar-benar dituntut untuk menunjang keberlangsungan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD tersebut.
Adapun untuk mengatasi kemungkinan ketiga, perlu diperhatikan motif-motif yang mendorong para pgawai untuk menggeluti perannya dalam sebuah SKPD. Mengacu pada sabda Rasul tadi, optimalisasi peran dalam sebuah SKPD seharusnya dilakukan dalam kerangka mempermudah dan mempercepat pelayanan terhadap masyarakat. Perintah dari Rasul untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan dalam sebuah urusan, inilah motif yang sedapat mungkin ditanamkan dalam sebuah SKPD. Bukan motif untuk mendapat keuntungan ketika mengelola urusan masyarakat.
Demikianlah Islam sebagai aturan yang turun dari Allah SWT bisa menyelesaikan berbagai problematika termasuk dalam masalah administrasi pemerintahan, pusat maupun daerah. Ini akan berjalan ketika syari’at Islam diterapkan di tengah-tengah masyarakat dengan jalan menegakkan Khilafah Islamiyah.
Terjadinya kesemrawutan administrasi pemerintahan sebagaimana yang terjadi diatas adalah sebagian kecil dan cerminan dari realitas kehidupan saat ini. Di mana lagi kita temukan pelayanan optimal kalau bukan dalam Islam?! Wallahu a’alam bish shawab.
(LS - HTI Daerah Sumedang)

0 comment(s):

Post a comment

<< Home